Wednesday, 29 April 2015

Megahnya Queen di Tangan Avip

Oleh Frans Sartono

Sumber : Kompas Cetak 26 April 2015

Avip Priatna dan kawan-kawan dalam konser Love of my Life di Theater Jakarta, Taman Ismail Marzuki, Sabtu (18/4)/Kompas/Riza Fathoni

Memindahkan Queen dari ranah band rock ke pentas musik klasik Barat, tanpa kehilangan roh, itulah yang dilakukan Avip Priatna. Avip dan kawan-kawan menyuguhkan kemegahan Queen dalam pergelaran ”Love of My Life” di Teater Jakarta, Taman Ismail Marzuki, Sabtu (18/4).

Avip Priatna, konduktor dan direktur musik pergelaran ”Love of My Life”, menggunakan dua pendekatan berbeda untuk karya Queen. Pertama ia membiarkan Queen seperti Queen, meski bukan berarti ia meniru persis. Kedua, ia ingin menjadikan lagu Queen terdengar berbeda dari biasanya. Lagu Queen dibuat layaknya komposisi klasik musik Barat. ”Buat pendengar klasik akan terhibur. Tetapi kalau semua lagu Queen diubah kok kasihan yang denger,” kata Aviv yang menggemari lagu-lagu Queen.

Queen adalah band rock asal Inggris yang berawak Freddie Mercury, Brian May, John Deacon, dan Roger Taylor. Avip memilih penggarap orkestrasi yang memahami benar karakter lagu Queen. Mereka adalah Joko Lemazh Suprayitno, Renardi Effendi, Fafan Isfandiar, Aubrey Victoria, dan Elwin Hendrijanto. Orkestrasi, interpretasi, dan eksekusi Avip atas garapan tersebut tidak menghilangkan ”roh” Queen. Di tangan Avip dan kawan- kawan, lagu-lagu Queen menjadi sangat klasik, tetapi rocknya tetap perkasa.

Avip menerjemahkan Queen lewat Jakarta Concert Orchestra, Batavia Madrigal Singers, dan The Resonanz Children Choir. Ada penyanyi Lisa Depe, Heny Janawati, Michele Siswanto, serta Judika penyanyi Indonesian Idol itu. Judika dipilih Avip karena warna dan wilayah suaranya yang cocok membawakan lagu-lagu Queen. Pentas juga didukung EKI Dance.

”Radio Gaga” 

”Radio Gaga” yang keluar pada 1984 bisa dikatakan menyempal dari jenis lagu Queen sebelumnya. Drumer Roger Taylor memang semula merancang lagu tersebut untuk album solonya. Namun kemudian lagu itu ”di-Queen-kan” oleh Freddie Mercury dan bassist John Deacon. Dibilang menyempal karena Queen menggunakan drum machine. Alur basnya juga menggunakan synthesizer Roland Jupiter-8. Ini bisa dibilang lagu Queen yang sangat ”mesin”.

Avip Priatna memercayakan penggarapan orkestrasi ”Radio Gaga” pada Fafan Isfandiar yang dengan cerdik mengadaptasi lagu ke bentuk orkestra. Ia menemukan cara kreatif, bunyi-bunyi ”mesin” yang lahir dari synthesizer versi Queen ia terjemahkan dengan selo, viola, dan tiup kayu basoon. Selo dan biola dimainkan dengan teknik petik atau pizzicato. ”Secara teknis instrumen, adaptasi itu memungkinkan, tetapi akan sangat melelahkan bagi pemain,” kata Fafan.

Ia menyiasati dengan cara bermain bergantian antara selo dan biola. Untuk basoon, ia juga menggilir peran basoon 1 dan basoon 2. Dengan cara itu, ”Radio Gaga” tidak kehilangan ”roh” sebagai jenis lagu eksperimental Queen. Penyanyi Judika pun bisa bernyanyi dengan nyaman seperti versi orisinal Queen.

Fafan juga ditugasi menggarap ”Crazy Little Thing Called Love”, lagu Queen yang paling rock n’ roll. Secara eksplisit ke-rock n’ roll-an itu disebut dalam lirik. ”There goes my baby, she knows how to rock n’ roll....” Bagaimana memindahkan ”roh” rock n’ roll ke dalam bentuk orkestra, itu pekerjaan yang tidak gampang. Queen menggunakan gitar sebagai ritme dengan 4 birama. Fungsi gitar diambil alih oleh seksi tiup logam atau brass. Suara gitar yang paling rendah dipegang oleh trombon.

Interlude gitar ”The Big Red” petikan Brian May yang khas itu diterjemahkan oleh trombon. Pilihan yang cerdik karena trombon mempunyai karakter bisa meliuk atau sliding. ”Kalau saya pindahkan ke biola nanti rasanya jadi musik country,” kata Fafan, violis yang tergabung dengan Kua Etnika.

”Love of My Life”

Lagu ”Love of My Life” yang menjadi judul konser disuguhkan dengan pengubahan cukup berani. Dengan aransemen garapan Elwin Hendrijanto, Avip berani menghilangkan bagian intro piano yang terkenal dalam versi Queen itu. Avip memang sengaja membuat lagu karya Freddie Mercury itu terdengar beda.

Keberanian Avip yang lain adalah dalam hal interpretasi. Bagi Avip, versi orisinal lagu tersebut terkesan galau, kelabu. Kegalauan itu memang tersimak dari lirik awal. ”Love of my life, you’ve hurt me/ You’ve broken my heart and now you leave me....” Terkesan nelangsa, seperti hati yang luka. Elwin menjadikan komposisi tersebut cerah, lincah, penuh semangat.

Digarap dalam bentuk variasi, Elwin mengembangkan tema melodi seperti yang terdengar pada lirik yang berbunyi ”Love of my life....” Ia sengaja tidak mengembangkan bagian melodi pada lirik pahit ”You’ve hurt me...” dan seterusnya. ”Yang ’you’ve hurt me’ itu bikin galau. Ini demi memori yang positif, yang happy,” kata Avip yang mengaku terkesan dengan lagu tersebut.

Pendekatan hampir serupa digunakan dalam komposisi medley berisi ”Play the Game”, ”The Millionaire Waltz”, dan ”Another One Bites of the Dust”. Michelle Siswanto, concert master yang menjadi solis biola, menjadikan karya Queen tersebut terdengar sangat klasik pada bagian awal. Bagian tengah medley mengingatkan pada rasa waltz ala Strauss. Adapun bagian terakhir terdengar sangat rock.

”Bohemian Rhapsody”

Lagu ”Bohemian Rhapsody” dan ”We Are the Champions” ditempatkan sebagai pemuncak konser berdurasi 92 menit itu. Pada versi Queen, ”Bohemian Rhapsody” terbagi dalam enam bagian. Pertama adalah intro vokal, kemudian disusul balada yang dimulai dengan lirik ”Mama just killed a man”. Lantas masuk gitar solo Brian May yang keren itu. Berlanjut dengan bagian operatik yang dimulai dengan lirik ”I see a little silhouetto of a man?” Disambung dengan suguhan hard rock yang keras-keras jantan. Lalu bagian finale yang lembut.

Pada bagian inilah Avip mengerahkan Jakarta Concert Orchestra, Batavia Madrigal Singers, serta solis Judika dan Lisa Depe yang dengan primanya menginterpretasi Queen. Dengan orkestrasi garapan Fedor Vrtacnik, keenam bagian komposisi seperti tersebut di atas diterjemahkan tanpa kehilangan detail seperti disuguhkan Queen. Termasuk bagian solo gitar dan hard rock diambil alih oleh seksi gesek dan tiup termasuk pikolo, serta vokal.

Pengubahan dilakukan pada bagian penutup. Pada versi Queen lagu ditutup dengan model fade off, yaitu melembut, melirih lalu lenyap. Avip memegahkan bagian tersebut dengan fortississimo (tanda dinamik yang ditulis fff). Suara vokal dikerahkan sekeras mungkin tetapi terukur. Di tangan Avip dan kawan-kawan, malam itu Queen menjadi begitu megah. 
 

Related Posts:

0 comments:

Post a Comment